Minggu, 09 Oktober 2016

Aku Anak Desa

Bersyukur Aku Menjadi Anak Desa
https://bangonsilaturahmi2016.blogspot.com/
Pada dasarnya manusia hidup di alam bumi jagad raya ini sepertinya sudah memiliki garis nasib dan takdir dalam kehidupannya oleh Tuhan Sang Maha Pencipta (Allah SWT) yang mutlak memiliki semesta alam ini, dari yang diberikan rejeki melimpah (kaya) hingga sampai yang belum mempunyai harta atau disebut kurang mampu (miskin), dari yang memiliki bentuk tubuh sempurna (ganteng, perkasa, cantik, rupawan) sampai yang cacad sejak dilahirkan.

Dan itu semua adalah suatu karunia Illahi, yang tentunya harus kita terima dan disyukurinya pula, tinggal kita sebagai manusia bagaimana untuk menyikapinya, siap atau tidak atas semua pemberian karunia itu, karena menurut agama itu semuanya hanyalah sebagai cobaan hidup.

Aku dilahirkan disuatu Dusun (wilayah diantara nama Desa) yang masih termasuk bagian wilayah Kabupaten Wonosobo, daerah yang cukup subur, lahannya lebih cocok untuk pertanian dari bercocok tanam padi, palawija, sampai sayur mayur, masyarakatnya terdiri dari petani, buruh, pedagang, dan bahkan ada diantaranya yang berprofesi sebagai Guru/Pendidik (pegawai pemerintah).
Orangtuaku adalah pekerja sebagai buruh (tukang kayu), aku adalah diantara empat bersaudara semua laki-laki, kakak yang nomor dua telah menghadap Sang Khaliq meninggalkan kami, aku dilahirkan kembar, dan kembaranku pula telah dipanggil Sang Khaliq sejak umur berjalan satu tahun, sehingga aku tidak sempat melihat atau tahu wajah kembaranku itu, orangtuaku dari penghasilan sebagai pekerja buruh hanya cukup untuk biaya sehari-hari, itupun terkadang kurang, mengingat pada saat itu tenaga buruh sebagai tukang jarang dibutuhkan. Sehingga orangtuaku beralih sebagai buruh serabutan demi kelangsungan hidup sekeluarga. Bahkan Simbok (ibu) sempat berdagang sayuran guna membantu meringankan Bapak, namun oleh Bapak dilarang kasihan katanya, karena berdagang sayuran dengan penghasilannya tidak seberapa nanti capek malah sakit dan justru merepotkan, betapa tidak dari rumah kepasar cukup jauh dengan selalu berjalan kaki menggendong dagangannya. Saat itu aku sempat berpikir, jika aku bisa aku akan bantu kedua orangtuaku namun karena aku masih kecil hanya cuma merasa kasihan. Aku bersyukur dimasa itu dalam keadaan istilah paceklik pangan, aku sekeluarga tetap diberikan sehat meskipun bahan pokok makanan utama nasi terkadang tidak selalu beras, karena kurang mampunya daya beli saat itu. Bagi masyarakat setempat nama bulgur, mie atau singkong dibuat leye (tiwul) menjadi bahan pokok konsumsi sehari-hari.
Aku dan kakakku adalah anak yang berbakti selalu penurut dan tidak pernah membantah kepada orangtua, dan meskipun tidak khatam al-Qur’an orangtuaku selalu mengingatkan aku dan kakakku untuk belajar mengaji di Masjid (ainurrohman). Kakakku mengenyam pendidikan hanya sekolah dasar (sd) sebenarnya kakakku pintar dan memiliki kepandaian lebih terutama di bidang seni (lukisan) terbukti membuat wayang jawa dari kertas karton maupun kulit cukup bagus dan lukisan kaca untuk pintu atau jendela, sehingga menjadi profesi lukis di kampungnya dan mendapat imbalan meskipun tidak banyak. Kakakku sudah berkeluarga dikaruniai satu anak perempuan dan telah berkeluarga, dan kehidupan sehari-hari sebagai petani dikampungnya.

Akupun sekolah sama seperti kakakku hanya lulus sd, ingin sekali ke tingkat lanjutan namun keberadaan orangtuaku yang hidup pas-pasan sehingga tidak mungkin keinginannya dikabulkan, bahkan Simbok (ibu) dengan lirih mengatakan, “Tut sing sabar yaa … nyong ngerti kekarepane deke, kepingin sinau sing luwih, nanging Bapak lan Simbok hura bisa ngragati sekolahmu. . . .” kemudian Simbok menangis dan mendekapku mengusap kepala dengan kasih sayangnya. Dan aku menjawab, “ Simbok . . . nyong ngerti … hura papa . . .” airmataku menetes penuh keharuan. Dan sampailah aku dititipkan di Panti Asuhan agar aku tetap bisa bersekolah tanpa biaya dari orangtuaku, terbayang aku bisa melanjutkan ke Sekolah Menengah Ekonomi Pertama (smep/setingkat sltp). Namun ternyata untuk penerimaan siswa di sekolah tersebut sudah terisi penuh, sehingga aku didaftarkan diterima di sekolah Sekolah Teknik Negeri (stn) Wonosobo.
*** nama tempat sekolah tersebut sekarang telah berganti (sltp/smk)

Aku sebenarnya termasuk anak yang patuh terhadap orang tua tekun serta cukup cerdas dan pandai di sekolah, terlihat dari hasil nilai raport maupun ijazah sekolah dasar yang aku miliki, dengan nilai raport diatas rata-rata dan ternyata aku termasuk ranking lima besar, sebenarnya aku berkeinginan melanjutkan sekolah di bidang ekonomi, dengan harapan kelak usai lulus bisa bekerja di instansi perkantoran swasta atau pemerintah, terbukti dari hasil nilai semester pertama di sekolah teknik ternyata aku masih memiliki nilai baik. Namun kembali bahwa karena kurang cocoknya menuntut ilmu ditempat sekolah tersebut terpaksa aku keluar bersekolah.
Setelah keluar dari sekolah aku mencari pekerjaan dan mendapat di suatu perusahaan makanan milik orang cina di kota Magelang, ternyata bekerja ditempat milik orang cina tersebut sangatlah dirasakan berat, bangun jam empat pagi selesai hingga jam enam sore, baru aku menyadari bahwa bekerja hanya mengandalan tenaga tanpa ditunjang atau tidak memiliki persyaratan pendidikan formal jauh akan mendapatkan pekerjaan yang diinginkan, berbeda apabila memiliki ijazah yang merupakan persyaratan utama dalam melamar pekerjaan, akan menjadikan kemudahan dalam memperoleh pekerjaan yang layak, (itulah pentingnya ilmu di awali dengan bersekolah).
Namun ibarat nasi telah menjadi bubur yang tidak akan mungkin sesuatu yang telah terjadi, akan bisa terulang kembali, bahkan saat itu aku sempat menyesali kekeliruan atas egonya diriku dengan sekolah yang dianggap tidak cocok, hingga airmatalah yang keluar dipelupuk menangis sedih, apalagi setelah tiga tahun kemudian, dengan melihat teman-teman yang mampu melanjutkan ke jenjang sekolah menengah tingkat pertama (sltp) maupun teman siswa eks sekolah teknik saat kelulusan dengan riangnya bersorak saling memberikan ucapan, tambah teriris rasanya hati ini.
Terlebih lagi teringat saat waktu masih berada di salah satu Panti Asuhan di kota Wonosobo dan memang disitulah aku mendapat hikmah makna kehidupan, ditambah bahwa aku memang termasuk kategori keluarga kurang mampu sehingga orangtua untuk menyekolahkan aku saja harus dititipkan ke Panti Asuhan, meskipun dengan ketidak cocoknya aku bersekolah.
Aku merantau di kota besar sejak keluar dari sekolah teknik negeri waktu itu masih kelas satu, mengingat saat itu Aku tidak cocok dengan nama sekolah yang siswanya semuanya laki-laki. Sehingga kuputuskan untuk keluar dan tidak bersekolah, dalam benak lebih baik pergi merantau meskipun jauh sekaligus mencari pekerjaan, hingga sampailah aku sekarang berada di kota Bekasi. Dan aku sudah berkeluarga serta dikaruniai dua anak laki-laki semuanya sudah bekerja.
Dalam setiap akan pulang kampung halaman tempat aku dilahirkan, pulang selalu melewati jalan dimana awal aku pernah bersekolah, tempat panti asuhan, dan tempat-tempat yang pernah aku singgahi, terbesit bayangan masa lalu yang penuh kenangan, bayangan dimana masa-masa kecilku yang menjadikan airmata ini selalu menetes menangis. Baik itu kawan, sahabat, tempat bermain, tempat sekolah, panti asuhan, dan dimana aku dibesarkan hingga remaja yang menjadikan semuanya teringat, justru membuatku semakin keharuan yang mendalam.
Kenangan yang tak pernah aku lupakan, disuatu pulang kampung dari perantauan tempat aku mencari nafkah untuk tujuan selain ke orangtua yang utama aku kunjungi (waktu beliau masih hidup) juga adalah sahabat karibku, dan kemudian keluarga famili lainnya. Kenapa musti sahabat karib yang termasuk prioritas untuk ketemu, dialah sahabat karib juga teman diwaktu sekolah dasar yang selalu memberikan dorongan moril dan motivasi, selalu konsisten dengan ucapannya. sekarang sahabatku sudah berkeluarga dengan satu isteri yang cantik dan dikaruniai dua putri, satu putra, serta kehidupannya berkecukupan meskipun hanya menjadi petani dikampungnya. Subhanalloh Allahu Akbar….!!!


Memang aku sadari bahwa hidup manusia telah diatur oleh Sang Maha Pencipta/Maha Kehendak (Allah SWT), namun sebagai manusia harus selalu tetap berusaha selain do’a yang menjadi utama, dan selalu ingat adalah pesan Orangtua dan Bapak, Ibu Guru, yang tidak akan mungkin aku lupakan; Selalu Berdo’a, Niat, Selalu berusaha, Jangan sombong, Selalu merendah bertutur kata, Memberikan/berbagi sesuatu (ilmu, pengalaman, dan bersedekah sebagian dari rejekinya) untuk bermanfaat bagi orang lain, dan selalu melaksanakan kewajiban (agama) sebagai umat melalui tuntunannya.


do'a kami untuk orangtua:
Robbigh firli waliwali dayya warhamhuma kama robbayani shoghiro
“Ya Allah ampunilah aku dan kedua orang tuaku dan kasihanilah mereka berdua sebagaiaman mereka telah mendidikku diwaktu kecil”

Wonosobo,  Muharram 1438 H.
(lare nggunung)











Tidak ada komentar:

Posting Komentar